Sabtu, 22 Desember 2012

Sang Pemahat Kata...


Aku telah mencintai kata-kata selama bertahun-tahun. Aku menyaksikan para pembuat kata memahat berjuta kata di palung jiwa terdalam dan di bukit-bukit pemikiran.  Dengan itu aku tidak dapat melupakan mereka. Nama mereka menjelma bagai anggur klasik yang makin disimpan lama makin lezat memabukkan.

Aku putuskan untuk mengembara dalam pena yang menjadikan kata-kata sebagai senjata untuk berperang dengan pekatnya awan pemikiran,  menjadikannya dermaga harapan para pencari kearifan sambil menghembus kabut berisi doa-doa ke altar sang Raja. Memejamkan mata sambil berharap semoga denting tajam kata-kata yang terpancar kelak dapat berubah menjadi gemerlap bintang, pemandu para nelayan di belantara samudra.

Aku menyadari kehadiran mu di tengah derai kata, dalam ruang persegi yang menggaungkan kata-katamu lebih keras lagi, sampai aku tak kuasa untuk menghindari suaranya.  Kau hadir sebagai percik api yang dihasilkan pedang pemahat mantra yang beradu dengan bebatuan. Ada jejak mu di sana.

Sejak itu aku mencintaimu...

Kau membuat kata-kata dan ide berdansa -menggeliat- bagai api yang merubah sesuatu yang lembab dan hampir sekarat hidup membara lagi di pikiranku. Lalu aku jadikan kata-kata mu sebagai selimut hangat yang tanpanya aku menggigil kedinginan karena rindu. Rindu yang kau ramu sedemikian pintar hingga menjadikan bebukitan “aku-ku” luluh lantak tak berdaya dalam kungkung kabut yang kita sebut itu sebagai kasih sayangmu.

Kau, dengan mudah menjelma jadi merah di setangkai mawar yang menjadikan ia indah di altar para bidadari. Atau kau kadang jadi merah di ujung pedang para ksatria berkepala tegak yang kembali pulang setelah perang yang melelahkan jiwa. Kau adalah dirimu yang membuat semesta “aku-ku” patuh mencintamu dikala kesadaran akan hadirnya cinta ini  berhasil menawan kata-kata dan mengubahnya lebih dari sekedar kilatan mata.

Ketika kau torehkan lekuk garis tawa di relief wajahmu, aku mencintaimu lebih dalam bahkan sebelum kelahiran kata-kata dari muara yang sama dengan derai tawamu. Karena itu, aku memilih untuk berbahagia dengan rasa ini.


Selamat hari pertemuan,
Jakarta, 22 Desember 2012

2 komentar:

  1. “Tentang penyair”

    minggu 10 februari 2013. Meskipun aku bukan seorang penyair, aku mengagumi para penyair. kepekatan batin seorang penyair, adalah kepekatan yang menghanyutkan. semua itu dapat kita rasakan dari rangkaian kata dan makna yang disembunyikannya.

    melalui coretan ini. seperti ungkapan hazrat inayat khan; "seorang penyair tak dapat merangkaikan syair-syair yang indah,tapi keindahan itu terlebih dahulu ada di dalam batinya. syair-yair yang indah adalah gambaran sanubari seorang penyair.

    Aku bukan seorang pecinta kata. Tetapi, pahatan syair seorang penyair bukanlah benda mati. rangkaian syair-syair itu hidup dan memiliki kehidupan sendiri. ada yang diterimah dimasyarakat, ada yang tersudut sepi oleh zaman. Sebagaimana yang dilantunkan pramodya; 'tulisanku adalah anak-anak rohaniku dan mereka memiliki hidup masing-masing. ya...syair-syair dari para penyair adalah anak-anak mereka sendiri yang dilahirkan dari rahim batin yang peka dan puitis.

    aku dapat merasakan, bahkan terhanyutkan pada saat sedang membaca dan merenung.akan syair-syair para penyair, bahwa batin dan syair-syair itu memancar keluar bagaikan peri-peri kecil bertebrangan disekelilingiku, dalam ribuan rupa dan bentuk dengan perlahan menari dan bernyanyi mengintariku. mereka benar-benar hidup, bisikku.peri-peri kecil itu sangat lugu dan polos merasuku ruang batinku dan menyentuh. mereka adalah anak-anak kecil yang riang, mereka adalah diri mereka sendiri, mereka adalah sebuah dunia kecil disudut hening. kita benar-benar memahami semua syair,terkecuali bila kita dapat memasuki dan menemukan satu dunia nan-indah;taman para penyair menaburkan benih jiwanya disana.

    Mereka memang gila,semua orang juga gila. mereka hidup pada dunia kecil yang mereka bangun sendiri dicelah batin waktunya. ini memang suati kegiatan yang eksotis.

    Seberapa gilapun para penyair dan betapa ngawurpun mereka,tetap saja mereka merupakan penyembah setia sala-satu nama tuhan yang paling puitis- "keindahan".

    Kata-kata adalah perahu yang tersirat, sedangkan makna-makna yang tersirat adalah samudra tak-bertepi. Para penyair menyandang kata dan menyelami makna. Mereka tak sekedar berkata-kata, mereka tau kata benar-benar berjiwa. Dimata para penyair, sesuatu yang kita anggap biasa menjadi tak biasa lagi ditangannya. Bahkan yang paling buruk ataupun yang paling jorok sekalipun menjadi indah karena sentuhanya. Dunia para penyair ialah dunia anak-anak riang, suatu dunia yang indah.

    “ Mulailah memandang segala sesuatu sebagai tuhan tapi simpankanlah ia sebagai rahasia” Hafez.

    coretanmu penuh makana dan puitis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam, terima kasih telah mengapresiasi. :). Hafez itu penyair idolaku juga

      Hapus

Komentar Kamu?