Selasa, 19 Agustus 2014

Hantu

Kau bilang ada hantu di kepalamu. Mengendap-endap. Hantu itu menyaru jadi masalalu yang hanya kau sendiri yang paham betul alurnya. Ia adalah pasung yang membuatmu sekuat tenaga ingin pergi tapi tak bisa bergerak, kau membeku. 

Kau rasakan darahmu mengental di kepala sampai membuatnya sakit.

Hantu dalam pikiran itu membuatmu tak bisa tidur. Membuatmu setengah mati ingin istirahat namun gagal. Ia mengiris akal sehatmu pelan-pelan dengan reka adegan yang perih tapi kau tak kunjung mati dengan itu. Ia membakar hal-hal baik dalam kepalamu hingga jadi abu, tak ada angin yang menerbangkannya. Abu itu teronggok menyedihkan dalam kepalamu, pelan-pelan jadi lembab dan berjamur. Begitu saja.

Hantu itu meyakinkan dirimu sendiri bahwa kau sendirian. 

Ini adalah kegelapan, kau hanya bisa meraba-raba, kau harus berjalan pelan mengendap-endap karena sekitarmu begitu licin. Tak ada yang bisa ditanya. Tak ada yang bisa dipercaya. 

Bahkan kau harus menyadari bahwa tak ada yang benar-benar peduli.

Jika ada suara-suara, kira-kira begini bunyinya, "Kami sibuk, kau harus pandai-pandai mengusir hantu dalam kepalamu itu. Kami pikir kau sendiri yang undang hantu itu ke dalam kepalamu. Seandainya kau bersikap dingin, menolak, tidak lemah, bisa melawan, kau akan baik-baik saja sekarang. Itu salahmu sendiri. Menjadi lemah ataupun kuat adalah pilihan."

Pikiranmu yang meng-abu itu terlalu sulit mencerna kalimat bijak bestari itu. Kau tidak paham. Kau tidak mampu lagi mencerna ucapan apapun. 

Hey, jangan menangis. Jangan. Beberapa hal tak pantas untuk ditangisi. Hantu itu apalagi. Tak. Tak pantas. Hantu itu tak akan bertahan lama. 

Tolonglah, demi Tuhan apapun yang kau yakini, jangan menangis.

Sekarang aku tanya padamu, apa yang kau butuhkan? 

Tangan? Pelukan? Pembelaan? Keberpihakan? Pukulan ke hantu itu? Atau apa? Sebut saja. Apa saja. Sebut.

Kau bisa jadi apa saja jika tak merasakan hantu itu di kepalamu. Kau pijar, kau bara, kau lilin, kau api, kau rerumput, kau hujan, kau bahkan bisa jadi es di minuman anak kecil yang lelah berlarian di terik matahari. Kau bisa jadi yang kau mau. Apa saja. Tinggal sebut.

Kau hanya perlu menemukan dirimu sendiri. Membasuh segala resah di sana. Dirimu adalah mata air kecemerlangan itu sendiri.

Apa? Kau bilang sudah mencoba? Tapi tak bisa? 

Baik, apalagi masalahmu?

Kau takut sendirian? Bukankah selama ini kau sudah sendirian? Kau bisa sendirian. Aku yakin itu. Aku menemukanmu sendirian dan saat itu kau tampak baik-baik saja. 

Jangan bilang saat itu kau pura-pura kuat dan baik-baik saja. Kau tidak seperti itu. Oh, karena musuhmu adalah hantu dalam kepalamu yang sebelumnya tidak bisa aku lihat? Baiklah... Hmmm... Aku harus berkata apalagi ya kepadamu.

Kau bilang ada hantu di kepalamu. Mengendap-endap, menyaru jadi masalalu yang hanya kau sendiri yang paham betul alurnya. Ia adalah pasung yang membuatmu sekuat tenaga ingin pergi, tapi kau sadar bahwa kau juga tak bisa bergerak...

Aku melihatmu dari kejauhan, mendengarmu keluhmu, tapi aku tak bisa apapun. Ini diluar batasku, aku tak bisa memasuki kepalamu untuk mengusir hantu itu. Aku tak punya mantra apapun untuk membunuh hantu itu.

Ada pilihan, tapi aku tak mungkin melangkah terlalu jauh. Sekali lagi, ini soal batas kemampuan maupun kemauan.

Semoga kau baik-baik saja.

2 komentar:

  1. Hanya diri sendiri yang mampu membasmi dan mengatasi hantu di kepala... kalaupun tak bisa dimasmi, jadikan saja dia kawan (menerima)... hanya dengan menerima.. mengikhlaskan masalalu serta menyerahkan apa2 yg tak mampu diubah pada-Nya, maka hantu itu tak akan menyakiti lagi.. walw mungkin ada sakit, tapi sedikit ^_^

    BalasHapus

Komentar Kamu?