Senin, 26 Januari 2015

Di antara Islam yang Lebih "Islam"

Seorang kawan berkata padaku kalau dia sedang berminat untuk jadi mualaf. Dia bilang, ajaran al Qur'an sebenarnya bagus. Makanya dia tertarik.

Kami berdiskusi soal keinginannya itu, walaupun tidak lama karena keterbatasan waktu dan padatnya aktivitas.

Di sini, aku menuliskan tanggapanku terhadapnya sambil menambahkan hal-hal yang belum sempat kita bahas saat itu. Kemudian mengirim ini ke emailnya. Tentu saja, aku harus merahasiakan identitasnya demi keamanan.

--

Seperti pembicaraan kita saat itu, aku masih memintamu untuk memikirkan ulang keinginanmu sebagai mualaf sebelum mempelajari betul-betul ajaran Islam.

Saat seseorang masuk ke dalam sebuah agama, katakanlah Islam, akan ada orang-orang yang mengajak untuk lebih berislam daripada orang Islam lainnya. Sebagai contoh, fenomena yang ada di 2 mazhab besar Islam. Di tubuh Sunni Ahlussunah Wal Jamaah dan Syiah Imamiyah.

Ketika seseorang memutuskan untuk jadi Sunni, maka akan ada orang yang mengajak untuk meninggalkan segala bid'ah, ada yang mengajak kita untuk mendirikan negara Islam, ada yang sedikit-sedikit mewaspadai aliran agama lain yang dianggap sesat, ada yang mengajak berjihad dengan pedang, ada yang mengatur cara berpakaian sedemikian ketat dan ada juga yang berislam dengan tradisi-tradisi yang ada sesuai dengan kultur masyarakat. 

Ada yang lebih sibuk membangun masjid di mana-mana sedangkan banyak umat lainnya miskin tanpa tempat tinggal. Mereka tidak boleh tinggal di Rumah Tuhan itu, mungkin dipikirnya Tuhan akan marah kalau ada orang miskin yang tidur di sana. Tapi, jika ada umat agama lain membantu orang miskin beragama Islam, akan ada isu soal Kristenisasi, Hinduisasi, Budhaisasi dan lain-lain yang menyeruak. Serba salah ya? Hal ini kelihatannya buruk, kamu boleh menduga bahwa mungkin saja hal ini tidak ada dalam Islam yang sebenarnya. Tapi fenomena ini memang ada di Islam. Apa boleh buat?

Untuk perempuan, Islam akan tampilo lebih rumit lagi. Setelah menyatakan keislamanmu, kamu akan diajak banyak orang untuk berjilbab. Berjilbab saja tidak cukup, akan ada yang mengajak lagi untuk berjilbab syar'i dengan kain yang lebih panjang. Jika kamu menuruti hal itu, tetap akan ada saja ajakan untuk lebih "Islami" lagi dengan penggunaan cadar.

Apakah sudah selesai? Tidak. Ada kok yang melarang perempuan untuk memakai kosmetik jika tidak ada cap halal MUI nya sekalipun lembaga MUI ini bukan lembaga yang cukup kredibel sebagai rujukan dalam beragama. MUI tak puas menjadi lembaga yang memberi cap halal, karena mereka juga memberi cap sesat juga untuk aliran tertentu. Ada juga yang justru melarang sama sekali penggunaan kosmetik kecuali di depan suami.

Dari itu semua, ada NU yang menyampirkan kerudung saja sudah cukup untuk bisa disebut muslimah. Tapi kamu lihat sendiri, ada banyak orang Islam yang tidak berjilbab dan mereka masih muslimah.

Jika memutuskan untuk menjadi Syiah, kamu akan disodori versi sejarah yang berbeda dengan buku sejarah versi umum. Setelah mencintai Nabi dan keluarganya, akan ada saja kelompok yang menganggap bahwa kamu belum Syiah. Sekalipun ada puisi dari Imam Syafii yang bilang "Jika mencintai keluarga Nabi dianggap Syiah, maka saksikanlah bahwa aku adalah Syiah." Kamu akan diajak belajar Fiqih. Fiqih ini akan mengantarkanmu pada pilihan marja'. Marja' ini adalah ulama yang menjadi rujukan hukum fiqih sehari-harimu. Tak perlu pusing. Semuanya bisa dipelajari.

Jika kamu mencintai Nabi dan Keluarganya, akan ada saja golongan Syiah yang menganggap bahwa kamu belum benar-benar Syiah jika belum bermarja'. Ada lagi yang bahkan menghukumi bahwa kamu itu belum Syiah jika belum berwilayatul Faqih pada Rahbar yang di Iran sana. Belum lagi, Syiah yang tidak sekuler ini membuatmu punya sikap politik seperti anti Amerika, pro Palestina, Anti Zionist, mendukung Hizbullah dll. Seperti halnya di Katolik, Syiah juga menganut hierarki keilmuan. Kamu akan melihat bahwa umat Syiah yang lebih Syiah itu akan menurut total pada ustad, ulama, marja' dan lain-lain. Kamu akan jarang menemui ada orang Syiah yang memiliki pandangan berbeda dengan ustad/ulama yang diikutinya.

Jika orang Sunni sibuk membangun masjid, beberapa orang Syiah akan sibuk berziarah ke luar negeri, terutama Irak dan Iran dengan biaya ribuan dolar. Kita harus maklum karena barangkali mereka tidak tahu bahwa ada orang miskin yang barangkali lebih membutuhkan uang mereka. Orang-orang miskin ini adalah orang-orang yang dicintai oleh Nabi dan para Ahlulbaytnya.

Filsafat juga ada sebagai kekayaan intelektual dalam peradaban Syiah. Kebanyakan orang bilang, filsafat Islam itu lebih susah dari filsafat barat. Makanya banyak orang Syiah sendiri malas belajar filsafat. Lebih suka sama pelajaran Sejarah dan Fiqih supaya bisa dipakai debat. Kalau debat lalu menang kan lebih mudah disebut pintar daripada harus susah-susah belajar filsafat. Al Qurannya sama kayak Sunni kok, jangan khawatir. Yang kamu baca di internet soal Al Qur'an Syiah dan Sunni berbeda itu salah semua.

Kamu pusing sama semua soal Sunni dan Syiah ini? Tenang. Nanti bisa dipelajari. Itu pun kalau kamu penasaran.

Beberapa ulama sudah mengupayakan supaya ada persaudaraan Sunni dan Syiah. Mengecilkan perbedaan, memperbanyak persamaan. Namun, ada juga ulama yang justru membuat Sunni dan Syiah ini ribut terus. Semuanya juga mendaku sebagai Islam yang benar. Yang katanya Rahmatallil alamin. Islam yang damai dan penuh kasih sayang. Islam cinta. Katanya.

Tidak adanya dialog dan niat mempelajari ajaran agama tertentu membawa prasangka aneh-aneh pada umat beragama. Akhirnya mereka mudah untuk diprovokasi dengan kebencian dan pikiran sektarian.

Nah, kalau kamu mau jadi mualaf, kamu harus belajar tentang ini semua. Kamu juga harus memastikan bahwa ajaran lamamu sudah benar-benar dipelajari dan kamu menemui kebuntuan di dalamnya. Soalnya, maaf saja, ada banyak orang memutuskan keluar dari agamanya hanya karena trauma sama tingkah orang-orang beragama dalam lingkarannya. Sehingga dia ingin ganti suasana dengan lingkaran barunya.

Aku sih yakin ya, antara ajaran agama dan pengikut agama itu adalah hal yang berbeda. Misalnya tidak ada ajaran agama yang memperbolehkan korupsi. Tapi kok ada petinggi agama yang korupsi? Itu terjadinya karena dia tidak menjalani konsekuensi logis keberagamaannya. Bukan karena dia sebagai penganut agama tertentu.

Suatu hari, jika kamu sudah mulai belajar ajaran Islam, kamu akan menemui banyak hal-hal baik yang diajarkan di dalamnya. Seperti halnya jika kamu belajar agama lainnya. Kamu juga bisa mencocokkan apakah ajaran yang ada bisa diterapkan umatnya. Jika kamu menemui bahwa hal-hal luhur dalam ajaran agama ternyata tidak bisa diterapkan umatnya, agama ini nasibnya akan seperti paham-paham ideologi yang akhirnya dianggap konsep utopia semata.

Bukannya menghalangimu untuk menjadi mualaf. Tapi di Islam, beberapa mualaf lebih sibuk menjelekkan agama lamanya daripada belajar Islam dengan baik. Ada juga yang hobi mengajak anak-anak muda untuk mendirikan negara Islam karena konon nasionalisme itu tak ada dalilnya sambil jualan hijab syar'i tanpa selfie. Ada juga mualaf yang hobi mengomentari persoalan politik di sosial medianya sekalipun dengan segambreng fallacy yang hanya bisa diketahui oleh orang yang mau repot-repot belajar logika.

Ada juga mualaf keren seperti Frithjof Schuon dan Rene Guenon yang mengabdikan diri sepenuhnya pada filsafat dan tasawuf. Mereka bisa bicara seni, tradisi, kosmologi, cinta, dan lain-lainnya. Pengetahuan mereka indah sekali.

Kamu sendiri mau jadi mualaf seperti apa? Ada banyak pilihan. Kamu memang bebas memilih, tapi kamu tak bisa bebas dari konsekuensinya.

Kalau ini membuatmu bingung, maka kamu tidak sendiri. Ada banyak orang Islam yang lahir di keluarga Islam dan memeluk agama Islam sejak kecil yang masih bingung mereka ada di Islam sebelah mana. Jika menyebut Islam yang biasa-biasa saja, mungkin yang dimaksud adalah Islam yang biasa ada di masyarakatnya. Jika masyarakatnya kebanyakan adalah NU, maka dia jadi Islam NU, jika kebanyakan di sana adalah Muhammadiyah, maka dia adalah Muhammadiyah. Mendefinisikan Islam yang biasa-biasa saja sendiri agak sulit bagi semua orang. Beberapa orang tak sempat memilih mazhabnya karena hanya tahu satu mazhab dalam beragama. Jika dia lahir di Iran yang kebanyakan Syiah, dia akan jadi Syiah dengan tata cara shalat seperti Syiah. Jika dia lahir di Indoneesia uang kebanyakan Sunni, maka dia akan jadi Sunni dengan tata cara shalat ala Sunni. Kebanyakan orang beragama sesuai dengan agama yang dianut orangtuanya.

Berpikir, merenung, berefleksi, kemudian mengaplikasikannya ke kehidupan sehari-hari memang bukan hal yang mudah. Tapi jika pengikut agama tak melakukannya, maka dia hanya akan jadi bigot-bigot yang mendaku sebagai pemilik sah kebenaran.

Bayangkan saja, apakah Nabi Muhammad akan membuat umatnya bingung dengan detail-detail keagamaan yang ada saat ini? Apakah beliau jadi orang yang mudah mengkafirkan orang lain ataukah sosok penuh kasih yang menggerakkan umat untuk berpihak pada orang miskin. Bayangkan jika Nabi Muhammad hidup di jaman sekarang, apakah Ia akan mengajak umat sibuk dengan ritual ibadah pribadi yang penuh aturan halal haram atau justru mengajak umat mengurusi hal-hal terkait perubahan sosial di masyarakat? Jangan-jangan malah keduanya?

Aku lampirkan gambar satire cover majalah Charlie Hebdo yang kontroversial itu. Di sini seolah Nabi berkata, "Susahnya punya umat yang bodoh…" Kamu bisa menyimpulkan, apakah gambar ini menghina Nabi Muhammad ataukah menyindir pengikut ajaran Nabi Muhanmad. Kalau aku sih tersindir. Rasanya mak jleb gitu deh. Soalnya sebagai pengikut Nabi Muhammad, aku pun masih bodoh dan payah. Aku juga khawatir kalau Nabi Muhammad benar-benar malu punya umat sepertiku. Soal larangan penggambaran sosok Nabi, itu hal yang debatable dalam Sunni maupun Syiah. Jika aku menggambar sosok unyil berudel bodong dan menuliskannya sebagai sosokmu, bukan berarti itu memang gambaran tentangmu. Masak kamu mau marah, sensitif amat. Bukankah puncak dari komedi adalah menertawakan diri sendiri? Aku memilih untuk membela Nabi dengan menjaga nama baiknya sebagai penyebar kedamaian semampuku daripada sebagai pengecam atau pembunuh orang-orang yang menghinanya.

Selamat menjelajah ya…

Salam,
Banu

6 komentar:

Komentar Kamu?