Rabu, 01 Maret 2017

Makan Baksomu!

Malam ini aku membentak seseorang hanya karena ia terus mengoceh tanpa henti soal tulisan sementara badannya bertambah hangat karena demam dan ada sepiring bakso yang semakin dingin karena dipaksa menunggu jamahannya sejak sepuluh menit yang lalu.

Membaca tanpa tanda baca melelahkan, bukan?

Itulah dirinya. Saat ia membahas tulisan seseorang di media dan membandingkan dengan segala kemungkinan yang berhubungan dengan tulisannya sendiri. Ia akan mengulang kalimat yang sama delapan kali banyaknya serta pertanyaan yang itu-itu saja. 

Tidakkah ia merasa lapar? Tidakkah ia ingin mencicipi gilingan daging yang aku masak khusus untuknya sementara ia terus menunda diri untuk sekedar makan?

Terisikah lambungnya setelah memakan barisan huruf di layar bercahaya itu padahal tubuhnya bertambah kurus dengan pipi yang semakin tirus?

Sesaat setelah aku membentaknya, ia meraih piring dan makan dengan tenang seperti anak penurut yang takut pada ibunya.

Aku menyesali pilihanku menggunakan nada tinggi untuknya. Tapi ia tampak tak mengeluh. Untuk ke sekian kalinya, beberapa menit setelah ia menuntaskan makan malamnya, ia mengulang pertanyaan yang sama lagi.

Kali ini pertanyaan personal, bukan lagi soal tulisan.

"Kok bisa ya kamu mau sama saya?" tanyanya dengan mata berbinar penuh kebahagiaan.

Huh!

Kau memang dokter yang sembrono dalam hal kesehatan dan seorang maniak redundant, sayang...